Tata kelola arsip elektronik adalah rangkaian kebijakan, prosedur, teknologi, dan praktik operasional yang menjamin arsip elektronik dibuat, disimpan, dipelihara, diamankan, dan dimanfaatkan secara teratur, dapat dipertanggungjawabkan, dan sesuai ketentuan perundang-undangan. Di Indonesia, perkembangan tata kelola ini semakin mengarah pada penggunaan aplikasi dan standar nasional yang mengintegrasikan proses penciptaan naskah dinas hingga penyusutan arsip melalui platform yang ditetapkan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Salah satu inisiatif utama adalah pemanfaatan aplikasi SRIKANDI—Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi—sebagai kerangka teknis untuk mengharmonisasikan praktik pengarsipan elektronik antar-instansi.
Landasan Hukum dan Kebijakan yang Perlu Dipahami
Tata kelola arsip elektronik tidak boleh dijalankan secara parsial; ia harus berakar pada kebijakan dan peraturan yang berlaku. Di tingkat nasional, Peraturan Presiden tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) mendorong transformasi digital tata kelola pemerintahan sehingga pengelolaan arsip berbasis elektronik menjadi bagian dari pelayanan publik yang wajib dikembangkan. Selain itu, ANRI secara khusus telah menerbitkan peraturan tentang pengelolaan arsip elektronik yang mengatur prinsip, metadata, tahap pengelolaan, keamanan, dan persyaratan autentikasi sehingga lembaga pemerintah mempunyai pedoman teknis dan tata kelola yang jelas untuk mengelola arsip elektronik. Pemahaman terhadap landasan hukum ini penting agar implementasi teknis selanjutnya berada dalam koridor hukum dan memenuhi standar nasional.
Memahami SRI dalam Konteks Kearsipan
Dalam praktik instansi pemerintah di Indonesia, istilah SRI seringkali dikaitkan dengan SRIKANDI sebagai aplikasi umum yang disosialisasikan oleh ANRI untuk mendukung pengelolaan arsip dinamis secara elektronik. SRIKANDI dirancang untuk menangani seluruh siklus hidup naskah dinas—mulai pembuatan naskah, penandatanganan elektronik, pengiriman antar-unit, klasifikasi, penempatan retensi, hingga penyusutan atau penyerahan arsip permanen—dengan tujuan menciptakan tata kelola arsip yang terstandar, terintegrasi antar-instansi, dan mudah diaudit. Penggunaan SRIKANDI membantu instansi memenuhi kewajiban kearsipan dan memudahkan temu balik dokumen saat dibutuhkan.
Prinsip-Prinsip Tata Kelola Arsip Elektronik yang Perlu Diadopsi
Tata kelola arsip elektronik yang baik berpegang pada prinsip keterandalan, keamanan, ketersediaan, keterlacakan, dan kepatuhan. Keterandalan berarti arsip yang tersimpan dapat dipercaya sebagai bukti aktivitas organisasi. Keamanan mencakup proteksi teknis dan administratif terhadap akses tidak sah dan perubahan yang tidak berwenang. Ketersediaan memastikan arsip dapat diakses saat dibutuhkan oleh pihak yang berhak, sedangkan keterlacakan (audit trail) memastikan setiap perubahan atau perpindahan arsip memiliki jejak yang jelas. Kepatuhan berarti seluruh praktik mencerminkan standar nasional dan jadwal retensi yang ditetapkan sehingga penentuan nasib akhir arsip (dihapus, ditinjau ulang, atau dipermanenkan) berjalan sesuai ketentuan. Prinsip-prinsip ini menjadi penopang kebijakan dan desain teknis setiap sistem pengarsipan elektronik.
Metadata dan Struktur Informasi
Salah satu aspek teknis paling krusial adalah pengaturan metadata yang lengkap dan konsisten. Metadata adalah informasi yang menjelaskan isi, konteks, dan struktur arsip—misalnya tanggal pembuatan, pembuat, klasifikasi, status retensi, serta hak akses. Tanpa metadata yang baik, arsip elektronis menjadi sulit ditelusuri atau dipahami konteksnya di masa depan. Peraturan pengelolaan arsip elektronik ANRI menekankan pentingnya metadata dan agregasi sebagai elemen wajib agar arsip elektronik dapat dikelola secara efisien dan autentik. Oleh karena itu, setiap instansi perlu mendesain skema metadata yang mengacu pada standar nasional dan mengintegrasikannya ke dalam proses pembuatan dokumen sehingga informasi pendukung terekam secara otomatis.
Jadwal Retensi Arsip (JRA) sebagai Alat Pengambilan Keputusan Nasib Arsip
Penentuan masa simpan atau retensi arsip—yang diorganisir dalam Jadwal Retensi Arsip (JRA)—merupakan instrumen penting untuk memutuskan kapan arsip harus dipertahankan, ditinjau ulang, dimusnahkan, atau diserahkan ke arsip nasional. JRA yang disusun dan diadopsi dengan baik mempermudah proses penyusutan dan mengurangi beban penyimpanan tanpa mengorbankan nilai administratif atau historis. ANRI menerbitkan pedoman untuk JRA yang membedakan antara arsip substantif dan fasilitatif serta memberikan rentang retensi yang disesuaikan dengan nilai guna arsip. Mengintegrasikan JRA ke sistem elektronik seperti SRIKANDI memungkinkan penetapan nasib akhir arsip secara otomatis berdasarkan aturan yang sudah disahkan.
Proses Perekaman dan Capture Arsip Elektronik
Langkah awal dalam tata kelola adalah memastikan bahwa setiap dokumen elektronik yang relevan “ditangkap” (captured) ke dalam sistem kearsipan yang sah. Capture harus mencakup dokumen yang dihasilkan oleh aplikasi, email kedinasan, form elektronik, hasil scan dokumen fisik, serta dokumen yang dihasilkan oleh pihak ketiga yang terkait dengan kegiatan pemerintahan. Kebijakan pengelolaan akun surat elektronik dan tata cara pengelolaan mailbox juga penting agar email kedinasan yang bersifat arsip tidak hilang ketika akun dihapus atau pegawai pindah tugas. ANRI telah memberikan pedoman terkait pengelolaan akun email kedinasan agar capture email sebagai arsip dapat dilaksanakan secara konsisten. Praktik capture yang baik menjamin tidak ada catatan penting yang terlewat sebelum proses klasifikasi dan penetapan retensi.
Keamanan, Autentikasi, dan Integritas Arsip Elektronik
Keamanan arsip elektronik harus dirancang berlapis: kontrol akses berbasis peran, enkripsi data saat transit dan saat disimpan, serta mekanisme tanda tangan elektronik untuk menguatkan keautentikan dokumen. ANRI juga mengeluarkan pedoman autentikasi arsip elektronik yang menjelaskan cara membuktikan keaslian dokumen digital agar dapat diterima sebagai bukti administrasi atau bukti sejarah. Selain itu, audit trail yang tak mudah diubah penting untuk merekam siapa melakukan apa dan kapan, sehingga setiap perubahan dapat ditelusuri. Rencana proteksi terhadap ancaman siber, kebijakan backup, dan prosedur pemulihan bencana melengkapi aspek keamanan teknis agar arsip tetap dapat diakses setelah kejadian darurat.
Alih Media, Preservasi Aktif, dan Strategi Jangka Panjang
Arsip elektronik memiliki tantangan jangka panjang berupa penuaan media, perubahan format file, atau ketidaktersediaan software pembaca format lama. Oleh karena itu, tata kelola harus mencakup kebijakan alih media dan preservasi—misalnya kebijakan migrasi format, normalisasi file ke format tertanda, dan strategi penyimpanan terdistribusi. Perencanaan alih media perlu memperhatikan periode retensi, nilai histori, dan biaya. Pemantauan kesehatan penyimpanan dan uji coba restorasi secara berkala menjamin bahwa arsip yang disimpan saat ini akan tetap dapat dibaca dan dipertanggungjawabkan di masa depan.
Integrasi Sistem dan Interoperabilitas antar-Unit
Tata kelola arsip elektronik akan lebih efektif bila sistem kearsipan tidak berdiri sendiri melainkan terintegrasi dengan sistem lain seperti sistem manajemen dokumen, ERP, sistem kepegawaian, dan sistem keuangan. Interoperabilitas memudahkan aliran metadata dan mencegah terjadinya duplikasi data. Aplikasi umum seperti SRIKANDI dirancang untuk menjadi platform terintegrasi sehingga instansi tidak perlu mengembangkan solusi redundan sendiri, asalkan integrasi dilakukan mengikuti standar teknis dan keamanan yang disyaratkan. Integrasi mempermudah temu balik lintas aplikasi dan mempercepat proses administratif yang bergantung pada dokumen resmi.
Peran Prosedur Operasional, SOP, dan Pembagian Tugas
Sistem elektronik hanya akan berjalan baik kalau didukung prosedur operasional baku dan pembagian tugas yang jelas. SOP harus mengatur alur pembuatan naskah, penomoran, klasifikasi, capture, penetapan retensi, pemberian hak akses, serta mekanisme permintaan dokumen dan penyerahan arsip ke unit kearsipan. Pembagian peran antara pembuat arsip, pengelola, administrator sistem, dan pengawas kearsipan wajib diatur untuk menerapkan prinsip pemisahan tugas dan mencegah kehilangan integritas. Pelatihan rutin bagi petugas administrasi dan penyuluhan untuk pengguna akhir juga merupakan bagian dari tata kelola yang efektif.
Monitoring, Audit, dan Mekanisme Pengawasan
Tata kelola yang sehat memerlukan mekanisme monitoring dan audit berkala. Audit internal dan eksternal membantu menilai kepatuhan terhadap kebijakan dan efektivitas kontrol teknis. Monitoring kinerja sistem seperti uptime, waktu respon pencarian, angka capture per periode, serta jumlah permintaan akses juga penting untuk menilai manfaat operasional. Hasil audit dan monitoring harus ditindaklanjuti dengan rencana perbaikan yang terukur. Transparansi pelaporan kearsipan kepada pimpinan dan stakeholder meningkatkan akuntabilitas dan peluang perbaikan berkelanjutan.
Kesiapan SDM, Pelatihan, dan Pengembangan Kapasitas
Sumber daya manusia menjadi faktor penentu sukses tata kelola. Pengelolaan arsip elektronik membutuhkan kemampuan teknis (administrasi sistem, keamanan data), kompetensi kearsipan (klasifikasi, retensi), dan keterampilan manajerial (koordinasi lintas unit). Program pelatihan berjenjang, sertifikasi internal, dan pendampingan teknis dari ANRI atau lembaga mitra membantu meningkatkan kapasitas. Selain itu, menerapkan praktik pembelajaran berkelanjutan dan dokumentasi SOP memudahkan pergantian personel tanpa menurunkan kualitas pengelolaan arsip.
Tantangan Umum dan Cara Mengatasinya
Beberapa tantangan sering muncul: resistensi budaya terhadap perubahan digital, keterbatasan anggaran, fragmentasi sistem legacy, serta masalah kualitas metadata dan data capture. Mengatasi tantangan ini memerlukan pendekatan bertahap: memulai pilot di unit yang memungkinkan, mengukur manfaat (waktu proses, biaya penyimpanan, tingkat temu balik), dan memperluas implementasi berdasarkan pembelajaran. Menyusun business case yang menonjolkan efisiensi dan kepatuhan dapat membantu mendapatkan dukungan anggaran. Kolaborasi lintas-institusi dan pemanfaatan aplikasi umum seperti SRIKANDI juga mengurangi beban pengembangan mandiri.
Praktik Baik Implementasi di Tingkat Daerah dan Unit
Pengalaman beberapa daerah menunjukkan bahwa keberhasilan implementasi bergantung pada kombinasi kebijakan yang kuat, pemanfaatan aplikasi umum, pelatihan intensif, dan pengawasan aktif. Instansi yang berhasil umumnya memulai dengan mendigitalisasi alur naskah dinas, menerapkan capture email kedinasan, dan menyusun JRA yang jelas sehingga penyusutan arsip berjalan otomatis. Pengelolaan yang terintegrasi memudahkan proses audit dan mengurangi waktu pencarian dokumen yang sering menjadi hambatan layanan publik.
Mengukur Keberhasilan Tata Kelola Arsip Elektronik
Indikator keberhasilan dapat meliputi: tingkat capture dokumen yang mencapai target, rasio temu balik dokumen dalam waktu tertentu, kepatuhan terhadap jadwal retensi, penurunan ruang penyimpanan fisik, serta tingkat kepuasan pengguna layanan dokumen. Selain itu, keberhasilan juga terlihat dari berkurangnya risiko hukum terkait ketidakteraturan dokumen dan meningkatnya efisiensi proses administrasi. Monitoring indikator-indikator ini secara berkala membantu menilai apakah tata kelola berjalan sesuai rencana dan kapan perlu penyesuaian.
Rekomendasi Praktis untuk Memulai atau Memperkuat Tata Kelola Sesuai SRI
Langkah pertama adalah memahami regulasi dan menetapkan kebijakan internal yang jelas sebagai landasan. Langkah berikutnya adalah melakukan inventarisasi dokumen dan sistem yang ada, menyusun JRA, dan menetapkan skema metadata yang selaras dengan standar nasional. Pemilihan atau adopsi platform yang sesuai—dengan preferensi pada aplikasi umum seperti SRIKANDI bila memungkinkan—mempercepat implementasi. Investasi pada keamanan, backup, dan pelatihan SDM harus menjadi prioritas. Akhirnya, mulailah secara bertahap dengan pilot unit, ukur hasil, dan skalakan implementasi berdasarkan bukti manfaat.
Tata Kelola Arsip Elektronik sebagai Penunjang Pemerintahan yang Akuntabel
Tata kelola arsip elektronik yang mengikuti SRIKANDI dan pedoman ANRI bukan hanya soal teknologi; ia adalah transformasi proses administrasi yang meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi layanan publik. Dengan landasan hukum yang jelas, desain metadata yang konsisten, jadwal retensi yang tegas, mekanisme keamanan dan preservasi yang matang, serta sumber daya manusia yang kompeten, instansi dapat menjamin bahwa arsip elektronik menjadi aset informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Implementasi yang terencana dan bertahap akan membawa manfaat nyata: pengambilan keputusan yang lebih cepat, bukti administrasi yang kuat, dan layanan publik yang lebih responsif—semua tujuan yang mendukung pemerintahan modern dan kredibel.



