Panduan Menyusun TOR Kegiatan dengan Cepat dan Tepat

Pendahuluan

Term of Reference (TOR) adalah dokumen penting yang menjelaskan kerangka, tujuan, tata laksana, dan hasil yang diharapkan dari sebuah kegiatan. TOR menjadi acuan bagi penyusun anggaran, pihak pelaksana, evaluator, dan pemangku kepentingan lain agar semua pihak memiliki pemahaman yang sama. Menyusun TOR yang baik sering kali dipandang memakan waktu karena harus detail, akuntabel, dan sesuai regulasi. Namun, dalam praktik pemerintahan maupun organisasi non-profit dan korporasi, sering muncul kebutuhan untuk menyusun TOR dengan cepat – tanpa mengorbankan ketepatan dan mutu.

Panduan ini dirancang untuk membantu praktisi, PPK, koordinator program, atau staf perencanaan menyusun TOR kegiatan secara efisien dan tepat. Fokusnya bukan hanya pada daftar komponen yang harus ada, tetapi juga pada teknik praktis mempercepat proses penyusunan: checklist prioritas, template yang bisa diadaptasi, teknik wawancara cepat untuk penggalian kebutuhan, serta tips validasi dokumen agar tahan audit. Dengan mengikuti langkah-langkah sistematis dalam panduan ini, Anda dapat menghasilkan TOR yang komprehensif, memenuhi standar tata kelola, serta siap dipakai untuk penganggaran, tender, atau pelaksanaan kegiatan.

1. Prinsip Dasar TOR: Landasan Logis dan Kepatuhan

Sebelum menulis TOR, penting memahami prinsip-prinsip dasar yang akan menjadi landasan seluruh isi dokumen.

  1. Klaritas tujuan: TOR harus mengartikulasikan dengan jelas apa yang ingin dicapai dan mengapa kegiatan itu penting. Tujuan yang samar menyebabkan kebingungan pada perencanaan anggaran, indikator keberhasilan, dan metode pelaksanaan.
  2. Kesesuaian: TOR harus selaras dengan rencana strategis organisasi, kebijakan sektoral, serta regulasi yang mengatur pelaksanaan kegiatan (mis. aturan pengadaan, tata kelola anggaran, atau pedoman teknis). Kesesuaian ini mendukung legitimasi dan memudahkan proses persetujuan.
  3. Proporsionalitas: lingkup dan alokasi sumber daya harus sebanding dengan tujuan serta risiko kegiatan. Hindari TOR yang over-designed untuk kegiatan kecil, maupun under-designed untuk kegiatan bernilai besar.
  4. Akuntabilitas dan transparansi: TOR harus memuat elemen yang memungkinkan penelusuran keputusan, alokasi anggaran, dan mekanisme pertanggungjawaban. Misalnya, jika TOR akan menjadi dasar kontrak atau hibah, cantumkan parameter penilaian dan deliverable yang dapat diverifikasi.
  5. Orientasi hasil (results-oriented): TOR bukan sekadar daftar kegiatan, tetapi dokumen yang menempatkan hasil dan indikator keberhasilan sebagai fokus utama. Hal ini memaksa penyusun berpikir tentang output yang terukur, outcome yang diharapkan, dan dampak jangka menengah.
  6. Fleksibilitas terukur: meski TOR butuh detail, sisakan ruang untuk penyesuaian taktis dalam pelaksanaan-mis. prosedur klarifikasi atau addendum apabila kondisi lapangan berubah signifikan.
  7. Partisipasi; penyusunan TOR yang baik melibatkan pemangku kepentingan utama (stakeholders) pada tahap awal sehingga kebutuhan lapangan terserap dan resistensi dapat diminimalkan.

Dengan memegang prinsip-prinsip ini, TOR yang disusun akan lebih kuat secara teknis, lebih mudah diimplementasikan, dan lebih kebal terhadap sanggahan administratif.

2. Komponen Utama TOR: Struktur yang Lengkap dan Terfokus

TOR yang baik memiliki struktur standar sehingga memudahkan pembaca menemukan informasi penting. Komponen inti yang harus ada meliputi: judul kegiatan, latar belakang, tujuan umum dan khusus, sasaran peserta atau target manfaat, ruang lingkup, metode pelaksanaan, rencana kegiatan (work plan), indikator keberhasilan (logframe sederhana), rencana anggaran, manajemen risiko, organisasi pelaksana dan peran, mekanisme pelaporan dan evaluasi, serta lampiran (format formulir, daftar referensi, dan syarat administratif).

  • Judul dan ringkasan eksekutif: judul harus ringkas dan menggambarkan fokus kegiatan. Ringkasan eksekutif (1 halaman) diperlukan bila TOR diajukan ke pimpinan – mencakup tujuan, hasil utama, estimasi anggaran, dan implikasi kebijakan. Ringkasan membantu pengambil keputusan memahami pokok masalah tanpa membaca seluruh dokumen.
  • Latar belakang: jelaskan konteks masalah, bukti pendukung (data singkat), serta alasan pemilihan pendekatan. Hindari narasi panjang; gunakan poin kunci dan referensi data untuk mendukung klaim. Latar belakang harus mengarah ke rumusan masalah yang kemudian dipecahkan oleh kegiatan.
  • Tujuan dan sasaran: tuliskan tujuan umum (impact-level) serta tujuan khusus (outcomes/outputs). Sasaran harus spesifik: siapa, berapa, di mana. Hindari tujuan yang abstrak; gunakan bahasa terukur sehingga indikator dapat dirumuskan.
  • Metode pelaksanaan dan rencana kerja: jelaskan pendekatan (pelatihan, asistensi teknis, kampanye, konsultansi), metode monitoring, serta tahapan kegiatan beserta durasi. Sertakan rencana kerja bulanan atau mingguan yang realistis.
  • Indikator keberhasilan: cantumkan indikator output (mis. jumlah peserta terlatih, materi terbit), outcome (perubahan perilaku/kapasitas), dan sumber verifikasi (dokumen, laporan, survei). Bila memungkinkan, tampilkan logframe sederhana 3 kolom: tujuan-indikator-verifikasi.
  • Anggaran: berikan ringkasan biaya per komponen utama dan asumsi perhitungan. Asumsi harus jelas agar reviewer memahami dasar angka.

Dengan struktur komponen utama ini, TOR menjadi dokumen fungsional: tidak bertele-tele, mudah di-review, dan layak menjadi lampiran kontrak atau dasar pencairan dana. Gunakan heading konsisten dan template standar organisasi untuk mempercepat penulisan dan review.

3. Menentukan Tujuan dan Sasaran Kegiatan dengan Tepat

Menetapkan tujuan dan sasaran adalah inti TOR-salah satu bagian yang paling menentukan desain kegiatan. Tujuan umumnya mengekspresikan perubahan jangka menengah atau kondisi yang ingin dicapai, sedangkan sasaran berfokus pada kelompok sasaran dan hasil terukur yang harus dicapai dalam periode pelaksanaan. Dalam menyusun tujuan, gunakan pendekatan SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound). Misalnya, alih-alih menulis “meningkatkan kapasitas aparatur”, rumuskan “meningkatkan kemampuan penulisan laporan pengadaan 50% pada 120 peserta di 4 provinsi selama 6 bulan”.

Langkah praktis cepat untuk merumuskan tujuan dan sasaran: lakukan stakeholder rapid scan – wawancarai 3-5 pemangku kepentingan utama (PPK, pengguna layanan, tim anggaran) untuk mendapat perspektif kebutuhan dan kriteria keberhasilan. Hasil wawancara singkat memberi input konkret untuk menajamkan sasaran. Selanjutnya, lakukan problem tree ringkas: identifikasi akar masalah, efek, dan potensi intervensi-ini membantu memastikan tujuan tidak sektoral sempit melainkan relevan terhadap masalah akar.

Sasaran harus mengandung dimensi kuantitatif dan kualitatif. Dimensi kuantitatif memudahkan monitoring (misal: jumlah peserta, presentase penyelesaian modul, pagu anggaran terserap). Dimensi kualitatif mengukur perbaikan kualitas (misal: kualitas dokumen, tingkat kepuasan peserta). Cantumkan sumber verifikasi: dokumen, survei pra-post, laporan peserta, foto kegiatan. Ini membuat indikator dapat diaudit.

Selain itu, bedakan antara target akhir dan milestone-milestone adalah indikator antara yang memandu manajemen pelaksanaan. Milestone juga berguna untuk mengatur pembayaran bertahap (mis. termin). Pastikan target realistis dengan sumber daya dan waktu. Jika kegiatan melibatkan banyak lokasi atau kelompok target, gunakan stratifikasi sasaran (mis. prioritas: 3 kabupaten per tahap) agar pelaksanaan terukur.

Terakhir, komunikasikan tujuan dan sasaran secara ringkas dalam satu paragraf di bagian awal TOR agar pembaca langsung menangkap fokus. Tujuan dan sasaran yang jelas memudahkan semua pihak-dari perencana, pelaksana, hingga evaluator-untuk bekerja selaras menuju hasil yang diinginkan.

4. Menyusun Ruang Lingkup dan Metode Pelaksanaan

Ruang lingkup menjelaskan cakupan pekerjaan: apa yang termasuk dan apa yang tidak termasuk dalam kegiatan. Menetapkan batasan ruang lingkup secara eksplisit mencegah kesalahan persepsi, klaim pekerjaan tambahan, dan memudahkan penetapan indikator serta anggaran. Ruang lingkup mencakup aspek geografis (lokasi), temporer (periode pelaksanaan), substansi (topik/komponen), serta sasaran kelompok (stakeholders). Tuliskan juga scope exclusion: hal-hal yang tidak menjadi tanggung jawab pelaksana untuk mengurangi ekspektasi berlebih.

Metode pelaksanaan adalah penjabaran cara kegiatan akan dijalankan. Pilih metode yang sesuai tujuan: pelatihan intensif untuk transfer keterampilan, workshop partisipatif untuk penyusunan kebijakan, asistensi teknis untuk pendampingan implementasi, studi banding untuk learning by example, atau konsultansi untuk produk kebijakan. Untuk setiap metode, cantumkan pendekatan operasional: jumlah sesi, durasi tiap sesi, teknik pembelajaran (presentasi, studi kasus, simulasi, praktek lapangan), dan alat evaluasi (pre-post test, observasi lapangan).

Jika kegiatan multi-komponen, buat matriks metode per komponen: komponen A (pelatihan) – metode X; komponen B (publikasi) – metode Y. Sertakan juga metode pengelolaan mutu: standar materi, kualifikasi fasilitator, proses validasi materi, dan mekanisme quality assurance (QA) lapangan – mis. supervisi, checklists QA, sampling hasil.

Selain itu, tentukan mekanisme partisipasi dan keterlibatan stakeholder: bagaimana mereka direkrut, kriteria seleksi peserta, mekanisme komunikasi pra-kegiatan (undangan, pre-reading), dan proses feedback. Keterlibatan stakeholders sejak perancangan meningkatkan relevansi dan ownership. Untuk kegiatan yang melibatkan mitra eksternal (LSM, universitas, BUMN), uraikan peran masing-masing mitra dan bentuk kerjasama (MoU, surat tugas).

Akhirnya, cantumkan pertimbangan teknis operasional: kebutuhan ruang, sarana IT (untuk kegiatan hybrid), material cetak, kebutuhan transportasi, dan SOP keselamatan (khususnya bila kegiatan lapangan). Rincian ini memudahkan penyusunan anggaran realistis dan persiapan logistik yang lancar. Ruang lingkup dan metode yang jelas menjadikan TOR alat kontraktual yang efektif dan panduan pelaksanaan yang praktis.

5. Menyusun Rencana Anggaran (RAB) yang Realistis dan Transparan

RAB adalah bagian yang sangat sensitif dalam TOR karena menyangkut penggunaan dana publik atau donor. Menyusun anggaran yang realistis sekaligus transparan memerlukan kombinasi data pasar, asumsi perhitungan yang jelas, dan kepatuhan terhadap aturan pengadaan. Mulailah dengan pemecahan komponen biaya utama: honorarium tenaga ahli, transport & akomodasi, sewa ruang dan perlengkapan, konsumsi, cetak materi, alat tulis dan promosi, pengeluaran monitoring & evaluasi, serta biaya tak terduga (contingency).

Untuk mempercepat penyusunan RAB, siapkan template standar yang berisi kategori biaya, unit, kuantitas, harga satuan, subtotal, dan asumsi perhitungan. Template ini memudahkan perbandingan antar TOR dan mempercepat review. Sumber harga harus dapat dipertanggungjawabkan: ambil harga pasar terkini, daftar tarif pemerintah, atau penawaran dari vendor. Cantumkan tanggal referensi harga dan pembayaran yang diantisipasi.

Jangan lupa memasukkan komponen administrasi seperti pajak, potongan, dan biaya bank bila berlaku. Untuk honorarium, rujuk pada kebijakan internal (SK pejabat) atau standar pasar yang wajar untuk menghindari sanggahan. Jika kegiatan dibiayai oleh donor, perhatikan ketentuan eligible cost donor dan mekanisme reporting yang harus dipenuhi.

Sertakan ringkasan anggaran dalam bentuk tabel yang mudah dibaca serta uraian asumsi yang mendasari angka. Asumsi ini penting apabila reviewer mempertanyakan angka: misalnya alasan memilih jenis akomodasi tertentu, tarif narasumber, atau estimasi jumlah peserta. Untuk program skala besar, pertimbangkan termin pembayaran yang terkait milestone-ini memudahkan manajemen kas dan pengawasan realisasi output.

Terakhir, cantumkan mekanisme pengendalian anggaran: persetujuan perubahan, threshold untuk reallocation, dan prosedur audit internal. Ini menunjukkan transparansi dan kesiapan untuk akuntabilitas. RAB yang disusun dengan baik mempercepat persetujuan, memudahkan proses pengadaan, dan meminimalkan risiko pembengkakan biaya selama pelaksanaan.

6. Menyusun Jadwal dan Rencana Kerja (Work Plan) yang Realistis

Work plan merinci urutan aktivitas, durasi, dan tenggat yang memungkinkan manajemen pelaksanaan yang terencana. Dalam TOR, rencana kerja biasanya disajikan dalam bentuk tabel waktu (timeline) yang menunjukkan kapan masing-masing aktivitas dimulai dan selesai, siapa penanggung jawab, serta milestone penting. Untuk percepatan, gunakan format Gantt chart sederhana (mingguan atau bulanan) sehingga pemangku kebijakan dapat langsung melihat aliran pekerjaan.

Langkah penting adalah menyesuaikan durasi setiap aktivitas dengan kapasitas sumber daya. Jangan memaksakan jadwal padat yang tidak mempertimbangkan waktu persiapan materi, rekrutmen peserta, atau waktu verifikasi administrasi (izin, kontrak). Sisihkan waktu buffer untuk kendala tak terduga-mis. cuaca buruk pada kegiatan lapangan, pembatalan narasumber, atau keterlambatan logistik. Buffer sekitar 10-20% pada total durasi sering direkomendasikan tergantung kompleksitas kegiatan.

Rencana kerja juga harus memuat milestone yang dapat diukur-mis. materi disetujui, peserta terdaftar 80%, acara selesai, laporan teknis diterbitkan. Milestone ini dapat dihubungkan dengan termin pembayaran atau pengambilan keputusan manajerial. Cantumkan juga jadwal monitoring internal (checkpoints) dan jadwal evaluasi midterm serta final. Monitoring berkala membantu deteksi dini deviasi pelaksanaan.

Untuk kegiatan yang melibatkan multi-lokasi atau multi-tim, sertakan koordinasi lintas tim dalam work plan: rapat koordinasi, pengiriman materi, distribusi logistik, dan jadwal supervisi lapangan. Gunakan alat kolaborasi sederhana (shared calendar, dashboard) untuk mempercepat sinkronisasi.

Akhirnya, pastikan work plan mudah dipahami: gunakan bahasa ringkas, kode aktivitas yang konsisten, dan sorot tanggal penting. Work plan yang realistis dan disepakati oleh tim pelaksana meminimalkan konflik jadwal serta meningkatkan kemungkinan pencapaian target tepat waktu.

7. Manajemen Risiko, Monitoring, dan Evaluasi

Setiap kegiatan memiliki risiko-operasional, keuangan, reputasi, dan kontekstual (mis. perubahan kebijakan). TOR harus memuat analisis risiko singkat dan langkah mitigasinya. Buat tabel risiko yang memuat potensi risiko, kemungkinan terjadinya, dampak, serta strategi mitigasi dan penanggung jawab. Contoh: risiko pembatalan narasumber utama – mitigasi: sediakan daftar narasumber cadangan; risiko penyerapan anggaran lambat – mitigasi: termin pembayaran berbasis milestone.

Monitoring berfokus memastikan kegiatan berjalan sesuai rencana. Definisikan indikator kinerja kunci (KPIs), jadwal pelaporan, dan mekanisme verifikasi (laporan harian/ mingguan, foto, daftar hadir, notulen). Tentukan siapa yang melakukan monitoring (tim internal, pengawas eksternal) serta frekuensi pemantauan. Untuk percepatan, gunakan checklist monitoring sederhana yang bisa diisi di lapangan dan dikirim melalui mobile/WhatsApp agar data real time tersedia.

Evaluasi diperlukan untuk menilai apakah tujuan tercapai dan untuk pembelajaran. Buat rencana evaluasi: evaluasi formatif (saat pelaksanaan) untuk perbaikan cepat, dan evaluasi sumatif (akhir kegiatan) untuk menilai hasil dan dampak. Pilih metode evaluasi sesuai tujuan: survei pra-post test, wawancara mendalam, studi kasus, atau analisis dokumen. TOR harus mencantumkan rencana output evaluasi: laporan teknis, ringkasan temuan, dan rekomendasi kebijakan.

Untuk kegiatan yang sensitif, sertakan mekanisme audit internal/ eksternal serta kajian kepatuhan yang menjamin akuntabilitas pengelolaan dana. Juga cantumkan prosedur eskalasi bila ditemukan pelanggaran: siapa melapor, langkah investigasi, dan tindakan korektif.

Manajemen risiko serta sistem monitoring dan evaluasi yang jelas memastikan bahwa TOR bukan sekadar rencana di atas kertas, tetapi alat manajemen yang memungkinkan pertanggungjawaban dan pembelajaran berkelanjutan.

8. Struktur Organisasi Pelaksana dan Tugas Masing-Masing

TOR harus menjelaskan siapa yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan-struktur organisasi proyek atau kegiatan. Struktur ini bisa sederhana (Koordinator, Sekretariat, Tim Teknis) atau komprehensif (Steering Committee, Project Manager, Tim Operasional, Tim QA, Tim Keuangan). Setiap posisi harus dilengkapi uraian tugas (ToR singkat), kompetensi minimum, dan peran dalam pengambilan keputusan.

Cantumkan pula mekanisme koordinasi: rapat koordinasi rutin (frekuensi), kanal komunikasi (email, WhatsApp, platform manajemen tugas), dan pelaporan. Untuk kolaborasi lintas lembaga, jelaskan mekanisme perwakilan resmi dan otoritas mereka (surat tugas atau MoU). Jika ada penggunaan tenaga kontrak, jelaskan proses rekrutmen, durasi kontrak, deliverable yang diharapkan, dan mekanisme pembayaran honorarium.

Peran pengelolaan keuangan harus jelas: siapa bendahara, siapa yang menandatangani dokumen pengeluaran, dan prosedur verifikasi. Untuk mencegah konflik kepentingan, tetapkan pemisahan tugas (separation of duties): misalnya yang mengajukan klaim berbeda dengan yang memverifikasi dan yang menandatangani. Cantumkan juga mekanisme pengawasan internal-mis. checklists verifikasi, sampling dokumen, dan audit trail.

Untuk kegiatan yang melibatkan fasilitator atau narasumber eksternal, tentukan kualifikasi minimum (sertifikasi, pengalaman), tugas (menyusun materi, menyampaikan sesi, menyusun laporan), dan hak serta kewajiban (biaya, hak cipta materi). Jika ada hak kekayaan intelektual atas materi, jelaskan kepemilikan dan izin penggunaan.

Terakhir, jelaskan mekanisme transisi pasca-kegiatan: penyimpanan dokumen, serah terima hasil (deliverables), dan penutupan administrasi. Kejelasan struktur dan tugas menurunkan risiko tumpang tindih kerja, mempercepat pengambilan keputusan, dan memudahkan evaluasi kinerja tim.

9. Lampiran, Format, dan Tips Menyusun TOR dengan Cepat

Lampiran memperkuat TOR: contoh undangan, format daftar hadir, formulir monitoring, template laporan, CV fasilitator, dan daftar referensi. Lampiran memudahkan reviewer dan pelaksana karena menyediakan artefak operasional siap pakai. Dalam lampiran, sertakan juga template kontrak atau surat tugas yang diperlukan untuk percepatan administrasi.

Untuk menyusun TOR dengan cepat tanpa mengorbankan kualitas, ikuti tips praktis ini:

  1. Gunakan template standar organisasi yang sudah tersedia. Template menghemat waktu karena struktur dan gaya penulisan sudah terstandarisasi; Anda tinggal mengisi konten spesifik.
  2. Siapkan checklist cepat: tujuan, sasaran, metode, indikator, RAB ringkas, work plan, risiko, struktur tim, dan lampiran. Checklist memudahkan review singkat sebelum pengajuan.
  3. Terapkan teknik rapid drafting: mulai dengan membuat ringkasan eksekutif dan tabel ringkasan RAB serta work plan-karena ini yang paling menarik perhatian reviewer. Setelah ringkasan jadi, kembangkan bagian lain dengan copy-paste dan pengadaptasian dari template sebelumnya.
  4. Libatkan stakeholder kunci dalam rapid validation-kirim draf ringkasan ke 2-3 stakeholder utama untuk konfirmasi cepat (maks 24 jam) sehingga tidak perlu menunggu proses konsultasi panjang.
  5. Gunakan tool kolaborasi (Google Docs, Office 365) agar tim dapat menulis dan review simultan-mengurangi siklus revisi berulang.
  6. Pastikan ada versi kontrol: setiap perubahan dicatat sehingga memudahkan rollback bila ditemukan kesalahan.
  7. Siapkan bank frasa: kumpulkan kalimat standar untuk bagian latar belakang, tujuan, indikator, dan asumsi anggaran yang sering berulang antar TOR. Bank frasa mempercepat penulisan dan menjaga konsistensi bahasa.
  8. Lakukan final quality check memakai checklist red flag: ketepatan tujuan, ketersesuaian RAB, kewenangan delegasi, kelengkapan lampiran, dan mekanisme M&E.

Dengan kombinasi template, checklist, validasi cepat, dan kolaborasi digital, penyusunan TOR yang cepat dapat dilakukan tanpa mengorbankan kedalaman analisis dan kepatuhan administratif.

Kesimpulan

Menyusun TOR kegiatan dengan cepat dan tepat memerlukan perpaduan antara pola pikir sistematis dan teknik operasional yang efisien. Kunci utamanya adalah memahami prinsip dasar (tujuan jelas, kesesuaian, akuntabilitas), menggunakan struktur komponen standar, serta merumuskan tujuan dan sasaran yang terukur. Ruang lingkup dan metode pelaksanaan harus realistis dan didukung rencana kerja yang praktis, sementara RAB disusun dengan asumsi jelas dan mekanisme pengendalian anggaran.

Selain isi teknis, suksesnya TOR bergantung pada proses: keterlibatan stakeholder kunci dalam tahap awal, penggunaan template dan bank frasa untuk percepatan, serta validasi cepat melalui tools kolaboratif. Manajemen risiko, monitoring & evaluasi, serta struktur tim pelaksana yang jelas menjamin TOR menjadi dokumen operasional yang dapat ditindaklanjuti. Terakhir, lampiran dan format standar mempercepat transisi dari rencana ke pelaksanaan.

Dengan mengikuti panduan ini, tim perencana dapat menghasilkan TOR yang kuat, efisien, dan layak dipakai sebagai dasar penganggaran maupun kontrak. Mulailah praktik: siapkan template organisasi, buat checklist inti, dan lakukan satu kali uji coba penyusunan TOR menggunakan teknik rapid drafting-dari situ Anda akan memperoleh kecepatan dan kualitas yang konsisten.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *